Asiasatunews.com, Batulicin
– Dengan terbitnya sertifikat prona di lahan warga transmigrasi desa Banjar Sari, kini menjadi permasalahan besar yang harus diselesaikan oleh pihak KUD Tuwuh Sari termasuk adanya dugaan keterliban desa dalam proses pengurusan sertifikat di kantor BPN Tanah Bumbu, Provinsi Kalsel.
Ketika dikonfirmasi oleh media ini, Saparudin selaku perwakilan pemilik lahan transmigrasi desa Banjar Sari tidak terima dengan terbitnya sertifikat prona di lahan yang sama, sementara sertifikat yang terbit terdahulu dari Pemerintah Pusat itu di kemanakan oleh KUD Tuwuh Sari, selaku pengelola plasma warga setempat.
Selain warga pemilik lahan di hebohkan dengan terbitnya sertifikat Prona, lahan mereka yang sudah jelas – jelas ukuruannya dari pembagian Pemerintah, kini sudah tidak sesuai lagi luasnya alias berkurang, padahal total lahan yang diterima oleh warga transmigrasi mencapai 2 hektar, yang terdiri dari lahan pekarangan seluas 0,25 hektar, lahan usaha 1 dan usaha 2, masing – masing ukurannya, 1 hektar dan 0,75 hektar.
Saparudin menilai, dengan diterbitkannya sertifikat prona oleh BPN Tanah Bumbu, warga disini merasa resah dan di rugikan, karena surat sertifikat prona yang terbit ini secara sepihak, tanpa ada tanda tangan batas pemilik lahan yang satu dengan yang lainnya, bahkan lokasi tanah semula pun sudah bergeser kesana kemari, sehingga menyengsarakan warga.
Adapun sertifikat prona yang kini sudah di terbitkan BPN, yang kini ada di kantor desa Banjar Sari ditolak oleh sejumlah warga setempat, karena proses pembuatan sertifikat prona itu terkesan sepihak dan hal ini terkesan menyalahi aturan serta terindikasi cacat hukum.
“Memang warga disini sudah ditawari untuk mengambil sertifikat prona yang baru terbit itu oleh pihak Pemerintah desa Banjar Sari”, justru sebagian warga transmigrasi menolak untuk mengambil dan menebusnya, karena1 persil sertifikat Prona yang akan di ambil warga dikantor desa itu harus membayar biaya sebesar Rp 1.250.000, untuk biaya sebesar itu oleh pihak desa setempat menyebut berbagai macam alasan, seperti biaya pengukuran, biaya operasional dilapangan dan lainnya, tegas Saparudin.
Padahal setahu kami, sertifikat Prona yang di berikan BPN kepada masyarakat itu tidak dipungut biaya apapun, karena merupakan program prioritas dari Pemerintas Pusat, katanya.
Yang jelas, setelah kerjasama kebun plasma sawit dengan perusahaan PT Sajang Heulang, yang dijembatani oleh KUD Tuwuh Sari sudah berakhir, maka untuk itu,kami sejumlah warga pemilik lahan transmigrasi desa Banjar Sari menuntut meminta kembalikan surat sertifikat awal yang sudah diambil oleh koperasi tersebut, ungkap Saparudin.
Selain meminta kembalikan sertifikat awal yang ada di pihak koperasi Tuwuh Sari, mereka sejumlah masyarakat disini juga akan melaporkan kejadian ini kepada Bupati Tanah Bumbu Zairullah Azhar, supaya permasalahan ini cepat tuntas.
Terpisah, ketika dikonfirmasi sejumlah awak media, Kepala Desa (Kades) Banjar Sari Aep Saripudin, jumat (16/4/2021) siang di ruang kerjanya mengatakan, bahwa sebagian lahan transmigarasi milik warga disini sebagian lahannya ada yang di jual kepada perusahaan tambang batubara, serta sebagian lagi lahan – lahan mereka dikerjasamakan dengan Plasma kebun kelapa sawit.
Adapun berkurangnya lahan warga transmigrasi desa Banjar Sari, karena sebagian lahan sudah terpotong dengan jalan hauling milik perusahaan PT TMA sepanjang 2 kilometer dengan lebar jalan 4 meter, selain itu, batas tanah yang sebelumnya masuk desa Banjar Sari kini seluas ratusan hektar sudah dikuasai oleh desa sebamban baru, kata Aep Saripudin.
Jadi lahan warga transmigrasi yang tadinya berjumlah 2 hektar, tentunya tidak bisa utuh seperti semula, lantaran sebagian lahan yang berada di wilayah desa Banjar Sari sudah di ambil oleh desa sebelah dan sebagian lagi sudah diganti rugi oleh perusahaan tambang batubara setempat.
Kades Aep Saripudin menambahkan, memang benar sertifikat warga transmigrasi itu awalnya disetorkan ke pihak KUD Tuwuh Sari sebagai landasan kerjasama untuk masuk plasma kebun kelapa sawit PT Sajang Heulang, seiring berjalan, karena lahan yang tertulis di sertifikat itu 2 hektar, lahan yang bisa digunakan plasma cuma seluas 1,75 hektar tidak termasuk lahan pekarangan atau rumah yang ukurannya 0,25 hektar.
Akhirnya perusahaan perkebunan PT Sajang Heulang membuatkan sertifikat konsulidasi dengan luas lahan plasma kebun sawit itu 2 hektar, lantaran lahan yang ada cuma 1,75 hektar tidak termasuk lahan pekarangan seluas 0,25 hektar, kemudian berjalannya waktu sertifikat konsulidasi yang terbit itu sudah dikembalikan oleh perusahaan ke kantor BPN, karena bermasalah, dan termasuk sertifikat awal dari Pemerintah Pusat yang sudah disetorkan warga ke KUD Tuwuh Sari, pada saat ini sudah ditarik kembali oleh kantor BPN Tanah Bumbu, sebut Aep Saripudin.
(Red/asiasatunews.com)