Asiasatunews.com Batulicin -Masyarakat transmigrasi Desa Banjarsari menuntut minta kembalikan sertifikat tanah mereka yang dipinjam Koperasi Induk Tuwuh Sari sejak 2000 silam.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Banjar Sari Yohanes kepada redkal.com, Rabu (14/4/2021) membenarkan sertifikat yang dipinjamkan itu pada tahun 2000. Kemudian pada 2013, oleh pihak Koperasi Tuwuh Sari sertifikat itu dijaminkan ke Bank Panin dan Bank Niaga.
Namun, ketika sertifikat ingin diambil pemilik lahan masing-masing, malah sertifikat yang ada di KUD Tuwuh Sari itu tidak diberikan dan tidak ada. Malah yang membingungkan, terbit sertifikat baru prona di lahan transmigrasi dengan lokasi yang sudah diacak dan digeser serta tidak sesuai lagi dengan lokasi awal yang diterima dari pemerintah pusat melalui program transmigrasi pada tahun 1980-1981 lalu.
“Memang, masyarakat transmigrasi Banjarsari sangat keberatan dengan lahan yang tadinya sudah jelas lokasinya, kini malah berpindah – pindah tempatnya, dan lahan itu dikembalikan oleh desa kepada warga setempat ternyata sudah dibuatkan lagi sertifikat prona yang tanpa sepengetahuan pemilik lahan. Kejadian ini jelas tidak diterima warga, karena mereka merasa diperlakukan semaunya oleh pihak desa setempat,” sebut Yohanes.
Yohanes menegaskan, warga Desa Banjarsari ingin lahan dan sertifikat yang dipinjam KUD Tuwuh Sari dikembalikan seutuhnya. Sebab, lahan yang diolah plasma seluas itu tidak sesuai hasil yang diterimanya. Kemudian sebagian lahan yang ada itu, kini tanpa sepengetahuan dan kesepakatan pemiliknya sudah ditambang batubara.
Selain sertifikat awal milik warga belum dikembalikan oleh Koperasi Tuwuh Sari yang diketuai Wayan Landep, malah sertifikat Prona yang sudah terbit dari BPN Tanbu yang diurus oleh desa tanpa adanya kesepakatan dari pemilik lahan, kalau mengambil satu surat sertifikat warga harus membayar sebesar Rp 1.250.000.
“Anehnya, lahan transmigrasi itu kan sudah ada sertifikatnya. Terus, kenapa terbit lagi sertifikat prona di lahan yang sama. Kalau seperti ini kejadiannya, bisa tumpang tindih sertifikat dalam satu lahan,” katanya.
Yohanes memaparkan, warga transmigrasi yang datang ke Desa Banjar Sari ini awalnya berjumlah 438 orang, dan masing-masing mendapatkan lahan dari pemerintah pusat seluas 2 hektar, yang terdiri dari lahan pekarangan seluas 0,25 hektar, lahan untuk usaha 1 dan usaha 2 masing-masing mencapai 1 hektar dan 0,75 hektar, dengan total luas wilayah transmigrasi itu 1.247 hektar.
Terpisah, Kabid Perkebunan Tanah Bumbu Agus mengatakan, di lokasi HGU perusahaan kelapa sawit PT Sajang Heulang sebagian lokasinya masuk dalam kawasan lahan transmigrasi milik warga. Sementara sudah jelas lokasi antara HGU milik perusahaan dan lokasi pemukiman warga transmigrasi.
“Lahan transmigrasi yang ada di Desa Banjarsari ini, sebagian sudah diekploitasi perusahaan tambang batubara yang ada IUP OP di sana, mengapa bisa terjadi demikian,” ucapnya.
Reporter: Slamet Riadi